Museum Trisakti

Empat Mahasiswa Trisakti yang meninggal pada peristiwa 12 Mei 1998 (Elang Mulia Lesmana, Hafidhin Royan, Hendriawan Sie, Heri Hartanto
--------------
Museum Trisakti atau Museum Tragedi 12 Mei merupakan museum yang dirancang sebagai wadah dokumentasi peran aktif mahasiswa Trisakti dalam memerjuangkan demokrasi dan hak asasi manusia. Museum ini bercerita secara singkat mengenai empat mahasiswa yang tertembak pada tanggal 12 Mei 1998. Di dalam museum tersebut terdapat artikel-artikel singkat, kumpulan berita dari surat kabar, ornamen, foto demonstrasi, foto para almarhum dan barang peninggalan mereka.


Sejarah
Museum Trisakti berdiri dengan latar belakang gerakan mahasiswa tahun 1998 saat mahasiswa perguruan tinggi di seluruh Indonesia mengadakan kegiatan [[unjuk rasa] untuk menuntut reformasi. Mahasiswa Universitas Trisakti sebagai bagian dari mahasiswa Indonesia turut serta dari gerakan yang berupa aksi damai. Gerakan tersebut mencapai puncaknya ketika empat mahasiswa Universitas Trisakti gugur pada tanggal 12 Mei 1998.[3] Kejadian ini memicu runtuhnya kekuasaan orde baru.Untuk memperingati peristiwa tragedi tersebut maka dibangunlah Museum Trisakti yang berlokasi di Lobby Gedung Dr. Syarif Thajeb, Kampus A Universitas Trisakti, Jalan Kiyai Tapa (Grogol) Jakarta Barat.

Empat mahasiswa Trisakti yang tertembak
Elang Mulia Lesmana lahir 5 Juli 1978, anak kedua dari 3 bersaudara. Ia tercatat sebagai mahasiswa angkatan tahun 1996.[4] Elang yang tertembak di halaman gedung Dr. Sjarief Thayeb bukan aktivis dan tidak aktif di senat mahasiswa.
Hafidhin Royan adalah mahasiswa jurusan teknik sipil kelahiran Bandung 28 September 1976. Ia merupakan seorang aktivis yang vokal.
Hendriawan Sie adalah mahasiswa jurusan manajemen kelahiran 3 Mei 1978. Ia merupakan perantau asal Balikpapan, Kalimantan Timur.Ia adalah putra tunggal pasangan Hendrik Sie dan Karsiyah.
Heri Hartanto merupakan mahasiswa jurusan Teknik Mesin Trisakti angkatan 1995

Koleksi
Di dalam museum ini terdapat barang-barang korban, diorama, dan foto yang menceritakan kronologi peristiwa Trisakti mulai dari aksi damai, orasi, pemukulan mundur oleh polisi, hingga penembakan oleh penembak jitu yang dilakukan dari Citraland. Selain itu, di museum ini juga terdapat puisi yang ditulis oleh Taufiq Ismail sehari setelah empat mahasiswa Trisakti meninggal. Berikut ini merupakan puisi yang ditulis oleh Taufiq Ismail[4]:
Empat syuhada berangkat pada suatu malam, gerimis air mata. Tertahan di hari keesokan, telinga kami lekapkan ke tanah kuburan dan simaklah itu sedu sedan. Mereka anak muda pengembara tiada sendiri, mengukir reformasi karena jemu deformasi, dengarkan saban hari langkah sahabat-sahabatmu beribu menderu-deru. Kartu mahasiswa telah disimpan dan tas kuliah turun dari bahu Mestinya kalian jadi insinyur dan ekonom abad 21. Tapi malaikat telah mencatat prestasi kalian tertinggi di Trisakti bahkan seluruh negeri karena kalian berani mengukir alfabet pertama dari kata Reformasi. Damai dengan darah arteri sendiri. Merah putih yang setengah tiang ini, menunduk di bawah garang matahari, tak mampu mengibarkan diri karena angin lama bersembunyi. Tapi peluru logam telah kami patahkan dalam doa bersama dan kalian pahlawan bersih dari dendam, karena jalan masih jauh dan kita memerlukan peta dari Tuhan.
( wikipedia )